Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat utama
pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah
untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN bukan
hanya menyangkut keputusan ekonomi, namun juga menyangkut keputusan
politik. Dalam konteks ini, DPR dengan hak legislasi, penganggaran, dan
pengawasan yang dimilikinya perlu lebih berperan dalam mengawal APBN
sehingga APBN benar-benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk
mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik.
Dalam rangka mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara, sejak beberapa tahun yang lalu telah diintrodusir
Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah. Reformasi tersebut mendapatkan
landasan hukum yang kuat dengan telah disahkannya UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Tulisan ini menguraikan sistem dan proses pengelolaan APBN dalam
kerangka manajemen keuangan negara. Selain diuraikan pokok-pokok
manajemen keuangan negara serta proses APBN, diuraikan pula peranan DPR
dalam pengelolaan anggaran negara melalui fungsi-fungsi yang dimilikinya, yakni
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah
untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN bukan
hanya menyangkut keputusan ekonomi, namun juga menyangkut keputusan
politik. Dalam konteks ini, DPR dengan hak legislasi, penganggaran, dan
pengawasan yang dimilikinya perlu lebih berperan dalam mengawal APBN
sehingga APBN benar-benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk
mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik.
Dalam rangka mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara, sejak beberapa tahun yang lalu telah diintrodusir
Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah. Reformasi tersebut mendapatkan
landasan hukum yang kuat dengan telah disahkannya UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Tulisan ini menguraikan sistem dan proses pengelolaan APBN dalam
kerangka manajemen keuangan negara. Selain diuraikan pokok-pokok
manajemen keuangan negara serta proses APBN, diuraikan pula peranan DPR
dalam pengelolaan anggaran negara melalui fungsi-fungsi yang dimilikinya, yakni
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Landasan Pengelolaan Keuangan Negara
Landasan pengelolaan keuangan negara adalah Pasal 23C Undang
Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga: “hal-hal lain mengenai keuangan negara
ditetapkan melalui undang-undang”. Berangkat dari landasan konstitual itulah
berbagai upaya dilakukan untuk dapat menghadirkan Undang-undang Keuangan
Negara. Tercatat 14 (empat belas) tim telah dibentuk dengan tugas untuk
menyusun RUU bidang Keuangan Negara atau RUU tentang Perbendaharaan
Negara. Ke-14 tim itu adalah:
NO TIM HASIL TAHUN
1 Panitia Achmad
Natanegara
Konsep RUU Keuangan Republik
Indonesia “UKRI”
1945-1947
2 Panitia Hermans Menyusun RUU Pokok tentang
Pengurusan Keuangan Negara disingkat
“UUPKN” (dalam bahasa Belanda)
1950-1957
3 Panitia Ahli Departemen
Keuangan
Tidak menghasilkan konsep RUU 1959 –1962
4 Panitia Ahli Departemen
Keuangan dan Politisi
Tidak menghasilkan konsep RUU 1963 – 1965
5 Panitia Soedarmin Menyusun Konsep RUU tentang
pengurusan Keuangan Negara
1969 – 1974
6 Panitia Gandhi Menyusun konsep RUU semula berjudul
“Undang-undang tentang Cara
Pengurusan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Negara” berubah menjadi
“Undang-undang tentang Pengurusan
dan Pertanggungjawaban Keuangan
Negara”, berubah menjadi “Undang-
undang tentang Keuangan Negara” ,
berubah menjadi “Undang-undang
tentang Pengurusan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara”,
dan akhirnya berubah menjadi “Undang-
undang tentang Perbendaharaan Negara”
1975 – 1983
7 Panitia Prof. Dr. Rochmat
Soemitro
Panitia ini dibentuk oleh Departemen
Kehakiman dan menyusun konsep RUU
semula berjudul “Undang-undang tentang
Perbendaharaan Negara” kemudian
menjadi “Undang-undang tentang Pokok-
Pokok Perbendaharaan Negara”
1983 – 1984
8 Panitia Soegito Mengolah kembali RUU hasil panitia
Gandhi yang kemudian diberi judul
“Undang-undang tentang
perbendaharaan Negara”
1984 – 1988
9 Tim Intern Badan Menyusun konsep RUU berjudul 1990 3
Pemeriksa Keuangan “Undang-undang tentang Keuangan
Negara”
10 Panitia Taufik Mengkaji ulang hasil Panitia Soegito dan
hasilnya tetap diberi judul “Undang-
undang tentang Perbendaharaan Negara”
1989 – 1993
11 Tim Pengkajian dan
Penyempurnaan RUU
Perbendaharaan Negara
Mengkaji dan menyempurnakan RUU
Perbendaharaan Negara hasil panitia
Taufik dan tetap diberi judul “Undang-
undang tentang Perbendaharaan
Negara”, Namun hanya mengatur aspek
pelaksanaan dan pertanggungjawaban
anggaran, yaitu sebagian dari siklus
anggaran. Hal ini dilakukan karena RUU
Perbendaharaan Negara ini merupakan
bagian dari paket RUU bidang Keuangan
Negara yang terdiri atas:
a. RUU tentang Ketentuan Pokok
Keuangan Negara
b. RUU tentang Perbendaharaan
Negara
1998 – 1999
12 Tim Counterpart RUU
BPK
Menyusun RUU yang diberi judul “RUU
tentang Pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan atas Tanggung Jawab
Pengelolaan Keuangan Negara”
1999
13 Tim Penyusunan RUU
Ketentuan Pokok
Keuangan Negara
Merupakan Tim Pemerintah bersama
Badan Pemeriksa Keuangan berhasil
menyusun kembali RUU hasil Tim
Pengkajian dan Penyuempurnaan RUU
Perbendaharaan Negara dan Tim RUU
Bidang Keuangan Negara yang terdiri
atas:
a. RUU tentang Keuangan Negara
b. RUU tentang Perbendaharaan
Negara
c. RUU tentang Pemeriksaan
Tanggung Jawab Keuangan
Negara, dan
Paket tersebut telah diajukan ke DPR
1999-2001
14 Komite Penyempurnaan
Manajemen Keuangan
Melanjutkan tim Penyusunan RUU
Ketentuan Pokok Keuangan Negara, dan
telah menghasilkan UU Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan UU
No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
2001 –
sekarang
Sumber: Prinsip Keuangan Negara, 2001
Hingga tahun 2003 yang lalu–sebelum UU No.17/2003 diundangkan-
aturan yang berlaku untuk pengelolaan Keuangan Negara masih menggunakan
peraturan peninggalan pemerintahan kolonial Belanda seperti Indische
Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW stbl. 1925 No.488 yang
ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867. Selain 4
ICW ada juga Indische Bedrijvenwet (IBW) stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No.
445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) stbl. 1933 No.381.
Sementara itu untuk pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan negara digunakan Insctructie en verdere bapelingen voor
Algemeene Rekenkamer (IAR) stbl. 1933 No.320.
Peraturan-peraturan seperti ICW, IAR, IBW, dan RAB, sengaja diciptakan
dan dibuat oleh pemerintahan Kolonial Belanda sebagai penguasa yang
menjajah Indonesia saat itu dengan pendekatan untuk menjaga kepentingan
negara Belanda atas Indonesia. Paradigma negeri jajahan itulah yang sangat
kental mewarnai peraturan-peraturan itu. Ketika diterapkan kepada sebuah
negara yang berdaulat dan merdeka seperti Indonesia saat ini, peraturan-
peraturan itu sudah tidak lagi relevan dan layak dijadikan pedoman pengelolaan
keuangan negara. Merubah seluruh peraturan di atas dengan peraturan yang
bersemangat independensi dan menjunjung tinggi kedaulatan sebuah negara
yang merdeka dan berdaulat, tentunya harus dilakukan. Ke empat belas tim di
atas menyadari itu, tetapi upaya yang sangat panjang itu baru dapat mencapai
hasil pada tahun 2003, yaitu 58 tahun setelah masa kemerdekaan. Selain itu
muatan yang terdapat di dalam aturan-aturan kolonial itu sudah out of date dan
tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini, apalagi tingkat kompleksitas
permasalahan saat ini jauh lebih tinggi dari masa dulu. Oleh karena itu,
walaupun masih berlaku sebagai sebuah aturan perundang-undangan tetapi
secara materil sudah tidak dapat dilaksanakan.
Kekosongan perundang-undangan ini membuat lemahnya sistem
pengelolaan Keuangan Negara. Selama ini, kekosongan itu hanya dilengkapi
dengan Keputusan Presiden, yang terakhir diantaranya di atur oleh Keppres No.
42 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN dan Keppres 80 tahun
2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sebagaimana kita ketahui
bahwa Keputusan Presiden di dalam tata hukum tidak terlalu mengikat
sebagaimana sebuah undang-undang.
Dari kelemahan tata hukum itulah kemudian menjadi salah satu penyebab
banyaknya praktik penyimpangan dan KKN di dalam pengelolaan Keuangan 5
negara selama ini. Puncaknya dengan terjadi krisis moneter pertengahan 1997
yang telah memporak-porandakan tatanan ekonomi yang telah dibangun dengan
susah payah oleh pemerintahan era orde baru ditandai dengan anjloknya rupiah
hingga menembus level Rp 17.000 per satu USD. Krisis berlanjut hingga menjadi
krisis multidimensional yang kemudian melahirkan era reformasi. Era reformasi
inilah yang memberikan momentum terciptanya tata aturan baru dalam
pengelolaan keuangan negara.
Paket UU Keuangan Negara tersebut (yang terdiri dari dua UU yang sudah
diundangkan, yaitu UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU
No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, serta satu RUU, yaitu RUU
Pemeriksaan pengelolaan Keuangan Negara yang masih dibahas di DPR)
merumuskan empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara, yaitu:
1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja;
2. Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah;
3. Pemberdayaan manajer professional; dan
4. Adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, professional dan
mandiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemeriksaan.
Perubahan mendasar yang diatur oleh Undang-undang No.17 tahun 2003
yaitu:
a. Tentang pengertian dan ruang lingkup dari keuangan negara;
b. Azas-azas umum pengelolaan keuangan negara;
c. Kedudukan presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara;
d. Pendelegasian kekuasaan presiden kepada menteri Keuangan dan
Menteri/Pimpinan Lembaga;
e. Susunan APBN dan APBD;
f. Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD;
g. Pengaturan Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan
bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing;
h. Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan
perusahaan daerah dan perusahaan swasta; 6
i. Badan pengelola dana masyarakat; dan
j. Penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
k. Penggunaan Medium Term Expenditure Framework (MTEF) sebagai
pengganti Propenas dan Repeta.
Sedangkan perubahan mendasar dalam pengelolaan perbendaharaan
negara yang tercantum dalam UU No.1 tahun 2004 yaitu:
1. Penerapan anggaran berbasis kinerja;
2. Pemberlakuan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
negara berbasis akrual;
3. Munculnya jabatan fungsional Perbendaharaan Negara;
4. Pemberian jasa giro atau bunga atas dana pemerintah yang disimpan
pada bank sentral;
5. Sertifikan Bank Indonesia yang selama ini menjadi instrumen moneter
akan digantikan oleh Surat Utang Negara; dll.
Landasan pengelolaan keuangan negara adalah Pasal 23C Undang
Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga: “hal-hal lain mengenai keuangan negara
ditetapkan melalui undang-undang”. Berangkat dari landasan konstitual itulah
berbagai upaya dilakukan untuk dapat menghadirkan Undang-undang Keuangan
Negara. Tercatat 14 (empat belas) tim telah dibentuk dengan tugas untuk
menyusun RUU bidang Keuangan Negara atau RUU tentang Perbendaharaan
Negara. Ke-14 tim itu adalah:
NO TIM HASIL TAHUN
1 Panitia Achmad
Natanegara
Konsep RUU Keuangan Republik
Indonesia “UKRI”
1945-1947
2 Panitia Hermans Menyusun RUU Pokok tentang
Pengurusan Keuangan Negara disingkat
“UUPKN” (dalam bahasa Belanda)
1950-1957
3 Panitia Ahli Departemen
Keuangan
Tidak menghasilkan konsep RUU 1959 –1962
4 Panitia Ahli Departemen
Keuangan dan Politisi
Tidak menghasilkan konsep RUU 1963 – 1965
5 Panitia Soedarmin Menyusun Konsep RUU tentang
pengurusan Keuangan Negara
1969 – 1974
6 Panitia Gandhi Menyusun konsep RUU semula berjudul
“Undang-undang tentang Cara
Pengurusan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Negara” berubah menjadi
“Undang-undang tentang Pengurusan
dan Pertanggungjawaban Keuangan
Negara”, berubah menjadi “Undang-
undang tentang Keuangan Negara” ,
berubah menjadi “Undang-undang
tentang Pengurusan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara”,
dan akhirnya berubah menjadi “Undang-
undang tentang Perbendaharaan Negara”
1975 – 1983
7 Panitia Prof. Dr. Rochmat
Soemitro
Panitia ini dibentuk oleh Departemen
Kehakiman dan menyusun konsep RUU
semula berjudul “Undang-undang tentang
Perbendaharaan Negara” kemudian
menjadi “Undang-undang tentang Pokok-
Pokok Perbendaharaan Negara”
1983 – 1984
8 Panitia Soegito Mengolah kembali RUU hasil panitia
Gandhi yang kemudian diberi judul
“Undang-undang tentang
perbendaharaan Negara”
1984 – 1988
9 Tim Intern Badan Menyusun konsep RUU berjudul 1990 3
Pemeriksa Keuangan “Undang-undang tentang Keuangan
Negara”
10 Panitia Taufik Mengkaji ulang hasil Panitia Soegito dan
hasilnya tetap diberi judul “Undang-
undang tentang Perbendaharaan Negara”
1989 – 1993
11 Tim Pengkajian dan
Penyempurnaan RUU
Perbendaharaan Negara
Mengkaji dan menyempurnakan RUU
Perbendaharaan Negara hasil panitia
Taufik dan tetap diberi judul “Undang-
undang tentang Perbendaharaan
Negara”, Namun hanya mengatur aspek
pelaksanaan dan pertanggungjawaban
anggaran, yaitu sebagian dari siklus
anggaran. Hal ini dilakukan karena RUU
Perbendaharaan Negara ini merupakan
bagian dari paket RUU bidang Keuangan
Negara yang terdiri atas:
a. RUU tentang Ketentuan Pokok
Keuangan Negara
b. RUU tentang Perbendaharaan
Negara
1998 – 1999
12 Tim Counterpart RUU
BPK
Menyusun RUU yang diberi judul “RUU
tentang Pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan atas Tanggung Jawab
Pengelolaan Keuangan Negara”
1999
13 Tim Penyusunan RUU
Ketentuan Pokok
Keuangan Negara
Merupakan Tim Pemerintah bersama
Badan Pemeriksa Keuangan berhasil
menyusun kembali RUU hasil Tim
Pengkajian dan Penyuempurnaan RUU
Perbendaharaan Negara dan Tim RUU
Bidang Keuangan Negara yang terdiri
atas:
a. RUU tentang Keuangan Negara
b. RUU tentang Perbendaharaan
Negara
c. RUU tentang Pemeriksaan
Tanggung Jawab Keuangan
Negara, dan
Paket tersebut telah diajukan ke DPR
1999-2001
14 Komite Penyempurnaan
Manajemen Keuangan
Melanjutkan tim Penyusunan RUU
Ketentuan Pokok Keuangan Negara, dan
telah menghasilkan UU Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan UU
No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
2001 –
sekarang
Sumber: Prinsip Keuangan Negara, 2001
Hingga tahun 2003 yang lalu–sebelum UU No.17/2003 diundangkan-
aturan yang berlaku untuk pengelolaan Keuangan Negara masih menggunakan
peraturan peninggalan pemerintahan kolonial Belanda seperti Indische
Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW stbl. 1925 No.488 yang
ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867. Selain 4
ICW ada juga Indische Bedrijvenwet (IBW) stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No.
445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) stbl. 1933 No.381.
Sementara itu untuk pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan negara digunakan Insctructie en verdere bapelingen voor
Algemeene Rekenkamer (IAR) stbl. 1933 No.320.
Peraturan-peraturan seperti ICW, IAR, IBW, dan RAB, sengaja diciptakan
dan dibuat oleh pemerintahan Kolonial Belanda sebagai penguasa yang
menjajah Indonesia saat itu dengan pendekatan untuk menjaga kepentingan
negara Belanda atas Indonesia. Paradigma negeri jajahan itulah yang sangat
kental mewarnai peraturan-peraturan itu. Ketika diterapkan kepada sebuah
negara yang berdaulat dan merdeka seperti Indonesia saat ini, peraturan-
peraturan itu sudah tidak lagi relevan dan layak dijadikan pedoman pengelolaan
keuangan negara. Merubah seluruh peraturan di atas dengan peraturan yang
bersemangat independensi dan menjunjung tinggi kedaulatan sebuah negara
yang merdeka dan berdaulat, tentunya harus dilakukan. Ke empat belas tim di
atas menyadari itu, tetapi upaya yang sangat panjang itu baru dapat mencapai
hasil pada tahun 2003, yaitu 58 tahun setelah masa kemerdekaan. Selain itu
muatan yang terdapat di dalam aturan-aturan kolonial itu sudah out of date dan
tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini, apalagi tingkat kompleksitas
permasalahan saat ini jauh lebih tinggi dari masa dulu. Oleh karena itu,
walaupun masih berlaku sebagai sebuah aturan perundang-undangan tetapi
secara materil sudah tidak dapat dilaksanakan.
Kekosongan perundang-undangan ini membuat lemahnya sistem
pengelolaan Keuangan Negara. Selama ini, kekosongan itu hanya dilengkapi
dengan Keputusan Presiden, yang terakhir diantaranya di atur oleh Keppres No.
42 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN dan Keppres 80 tahun
2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sebagaimana kita ketahui
bahwa Keputusan Presiden di dalam tata hukum tidak terlalu mengikat
sebagaimana sebuah undang-undang.
Dari kelemahan tata hukum itulah kemudian menjadi salah satu penyebab
banyaknya praktik penyimpangan dan KKN di dalam pengelolaan Keuangan 5
negara selama ini. Puncaknya dengan terjadi krisis moneter pertengahan 1997
yang telah memporak-porandakan tatanan ekonomi yang telah dibangun dengan
susah payah oleh pemerintahan era orde baru ditandai dengan anjloknya rupiah
hingga menembus level Rp 17.000 per satu USD. Krisis berlanjut hingga menjadi
krisis multidimensional yang kemudian melahirkan era reformasi. Era reformasi
inilah yang memberikan momentum terciptanya tata aturan baru dalam
pengelolaan keuangan negara.
Paket UU Keuangan Negara tersebut (yang terdiri dari dua UU yang sudah
diundangkan, yaitu UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU
No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, serta satu RUU, yaitu RUU
Pemeriksaan pengelolaan Keuangan Negara yang masih dibahas di DPR)
merumuskan empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara, yaitu:
1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja;
2. Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah;
3. Pemberdayaan manajer professional; dan
4. Adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, professional dan
mandiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemeriksaan.
Perubahan mendasar yang diatur oleh Undang-undang No.17 tahun 2003
yaitu:
a. Tentang pengertian dan ruang lingkup dari keuangan negara;
b. Azas-azas umum pengelolaan keuangan negara;
c. Kedudukan presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara;
d. Pendelegasian kekuasaan presiden kepada menteri Keuangan dan
Menteri/Pimpinan Lembaga;
e. Susunan APBN dan APBD;
f. Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD;
g. Pengaturan Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan
bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing;
h. Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan
perusahaan daerah dan perusahaan swasta; 6
i. Badan pengelola dana masyarakat; dan
j. Penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
k. Penggunaan Medium Term Expenditure Framework (MTEF) sebagai
pengganti Propenas dan Repeta.
Sedangkan perubahan mendasar dalam pengelolaan perbendaharaan
negara yang tercantum dalam UU No.1 tahun 2004 yaitu:
1. Penerapan anggaran berbasis kinerja;
2. Pemberlakuan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
negara berbasis akrual;
3. Munculnya jabatan fungsional Perbendaharaan Negara;
4. Pemberian jasa giro atau bunga atas dana pemerintah yang disimpan
pada bank sentral;
5. Sertifikan Bank Indonesia yang selama ini menjadi instrumen moneter
akan digantikan oleh Surat Utang Negara; dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar