Powered By Blogger

Jumat, 23 Maret 2012

PENGELOLAAN APBN DALAM SISTEM MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (APBN) merupakan alat utama
pemerintah  untuk  mensejahterakan  rakyatnya  dan  sekaligus  alat  pemerintah
untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN bukan
hanya  menyangkut  keputusan  ekonomi,  namun  juga  menyangkut  keputusan
politik.  Dalam  konteks  ini,  DPR  dengan  hak  legislasi,  penganggaran,  dan
pengawasan  yang  dimilikinya  perlu  lebih  berperan  dalam  mengawal  APBN
sehingga  APBN  benar-benar  dapat  secara  efektif  menjadi  instrumen  untuk
mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik.
Dalam  rangka  mewujudkan  good  governance  dalam  penyelenggaraan
pemerintahan  negara,  sejak  beberapa  tahun  yang  lalu  telah  diintrodusir
Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah. Reformasi tersebut mendapatkan
landasan hukum  yang  kuat  dengan  telah  disahkannya UU No.  17 Tahun  2003
tentang  Keuangan  Negara,  UU  No.  1  Tahun  2004  tentang  Perbendaharaan
Negara,  dan  UU  No.  15  Tahun  2004  tentang  Pemeriksaan  Pengelolaan  dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Tulisan  ini  menguraikan  sistem  dan  proses  pengelolaan  APBN  dalam
kerangka  manajemen  keuangan  negara.  Selain  diuraikan  pokok-pokok
manajemen keuangan negara serta proses APBN, diuraikan pula peranan DPR
dalam pengelolaan anggaran negara melalui fungsi-fungsi yang dimilikinya, yakni
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.  

Landasan Pengelolaan Keuangan Negara

Landasan  pengelolaan  keuangan  negara  adalah  Pasal  23C  Undang
Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga: “hal-hal lain mengenai keuangan negara
ditetapkan  melalui  undang-undang”.  Berangkat  dari  landasan  konstitual  itulah
berbagai upaya dilakukan untuk dapat menghadirkan Undang-undang Keuangan
Negara.  Tercatat  14  (empat  belas)  tim  telah  dibentuk  dengan  tugas  untuk
menyusun RUU  bidang Keuangan Negara  atau RUU  tentang Perbendaharaan
Negara. Ke-14 tim itu adalah:

NO  TIM  HASIL  TAHUN
1  Panitia Achmad
Natanegara
Konsep RUU Keuangan Republik
Indonesia “UKRI”
1945-1947
2  Panitia Hermans  Menyusun RUU Pokok tentang
Pengurusan Keuangan Negara disingkat
“UUPKN” (dalam bahasa Belanda)
1950-1957
3  Panitia Ahli Departemen
Keuangan
Tidak menghasilkan konsep RUU  1959 –1962
4  Panitia Ahli Departemen
Keuangan dan Politisi
Tidak menghasilkan konsep RUU  1963 – 1965
5  Panitia Soedarmin  Menyusun Konsep RUU tentang
pengurusan Keuangan Negara
1969 – 1974
6  Panitia Gandhi  Menyusun konsep RUU semula berjudul
“Undang-undang tentang Cara
Pengurusan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Negara” berubah menjadi
“Undang-undang tentang Pengurusan
dan Pertanggungjawaban Keuangan
Negara”, berubah menjadi “Undang-
undang tentang Keuangan Negara” ,
berubah menjadi “Undang-undang
tentang Pengurusan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara”,
dan akhirnya berubah menjadi “Undang-
undang tentang Perbendaharaan Negara”
1975 – 1983
7  Panitia Prof. Dr. Rochmat
Soemitro 
Panitia ini dibentuk oleh Departemen
Kehakiman dan menyusun konsep RUU
semula berjudul “Undang-undang tentang
Perbendaharaan Negara” kemudian
menjadi “Undang-undang tentang Pokok-
Pokok Perbendaharaan Negara”
1983 – 1984
8  Panitia Soegito  Mengolah kembali RUU hasil panitia
Gandhi yang kemudian diberi judul
“Undang-undang tentang
perbendaharaan Negara”
1984 – 1988
9  Tim Intern Badan  Menyusun konsep RUU berjudul  1990   3
Pemeriksa Keuangan  “Undang-undang tentang Keuangan
Negara”
10  Panitia Taufik  Mengkaji ulang hasil Panitia Soegito dan
hasilnya tetap diberi judul “Undang-
undang tentang Perbendaharaan Negara”
1989 – 1993
11  Tim Pengkajian dan
Penyempurnaan RUU
Perbendaharaan Negara
Mengkaji dan menyempurnakan RUU
Perbendaharaan Negara hasil panitia
Taufik dan tetap diberi judul “Undang-
undang tentang Perbendaharaan
Negara”, Namun hanya mengatur aspek
pelaksanaan dan pertanggungjawaban
anggaran, yaitu sebagian dari siklus
anggaran. Hal ini dilakukan karena RUU
Perbendaharaan Negara ini merupakan
bagian dari paket RUU bidang Keuangan
Negara yang terdiri atas:
a.  RUU tentang Ketentuan Pokok
Keuangan Negara
b.  RUU tentang Perbendaharaan
Negara
1998 – 1999
12  Tim Counterpart RUU
BPK
Menyusun RUU yang diberi judul “RUU
tentang Pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan atas Tanggung Jawab
Pengelolaan Keuangan Negara”
1999
13  Tim Penyusunan RUU
Ketentuan Pokok
Keuangan Negara
Merupakan Tim Pemerintah bersama
Badan Pemeriksa Keuangan berhasil
menyusun kembali RUU hasil Tim
Pengkajian dan Penyuempurnaan RUU
Perbendaharaan Negara dan Tim RUU
Bidang Keuangan Negara yang terdiri
atas:
a.  RUU tentang Keuangan Negara
b.  RUU tentang Perbendaharaan
Negara
c.  RUU tentang Pemeriksaan
Tanggung Jawab Keuangan
Negara, dan
Paket tersebut telah diajukan ke DPR 
1999-2001
14  Komite Penyempurnaan
Manajemen Keuangan
Melanjutkan tim Penyusunan RUU
Ketentuan Pokok Keuangan Negara, dan
telah menghasilkan UU Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan UU
No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
2001 –
sekarang
Sumber: Prinsip Keuangan Negara, 2001

Hingga  tahun  2003  yang  lalu–sebelum  UU  No.17/2003  diundangkan- 
aturan yang berlaku untuk pengelolaan Keuangan Negara masih menggunakan
peraturan  peninggalan  pemerintahan  kolonial  Belanda  seperti  Indische
Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW stbl. 1925 No.488 yang
ditetapkan pertama kali pada  tahun 1864 dan mulai berlaku  tahun 1867. Selain    4
ICW ada juga Indische Bedrijvenwet (IBW) stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No.
445  dan  Reglement  voor  het  Administratief  Beheer  (RAB)  stbl.  1933  No.381.
Sementara  itu  untuk  pelaksanaan  pemeriksaan  pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan negara digunakan Insctructie en verdere bapelingen voor
Algemeene Rekenkamer (IAR) stbl. 1933 No.320.
Peraturan-peraturan  seperti  ICW,  IAR,  IBW,  dan RAB,  sengaja  diciptakan
dan  dibuat  oleh  pemerintahan  Kolonial  Belanda  sebagai  penguasa  yang
menjajah  Indonesia  saat  itu  dengan  pendekatan  untuk  menjaga  kepentingan
negara  Belanda  atas  Indonesia.  Paradigma  negeri  jajahan  itulah  yang  sangat
kental  mewarnai  peraturan-peraturan  itu.  Ketika  diterapkan  kepada  sebuah
negara  yang  berdaulat  dan  merdeka  seperti  Indonesia  saat  ini,  peraturan-
peraturan itu sudah tidak lagi relevan dan layak dijadikan pedoman pengelolaan
keuangan  negara. Merubah  seluruh  peraturan  di  atas  dengan  peraturan  yang
bersemangat  independensi  dan  menjunjung  tinggi  kedaulatan  sebuah  negara
yang merdeka dan berdaulat,  tentunya harus dilakukan. Ke empat belas  tim di
atas menyadari  itu,  tetapi upaya yang sangat panjang  itu baru dapat mencapai
hasil  pada  tahun  2003,  yaitu  58  tahun  setelah masa  kemerdekaan.  Selain  itu
muatan yang  terdapat di dalam aturan-aturan kolonial  itu sudah out of date dan
tidak  relevan  lagi  dengan  kondisi  saat  ini,  apalagi  tingkat  kompleksitas
permasalahan  saat  ini  jauh  lebih  tinggi  dari  masa  dulu.  Oleh  karena  itu,
walaupun  masih  berlaku  sebagai  sebuah  aturan  perundang-undangan  tetapi
secara materil sudah tidak dapat dilaksanakan.
Kekosongan  perundang-undangan  ini  membuat  lemahnya  sistem
pengelolaan  Keuangan  Negara.  Selama  ini,  kekosongan  itu  hanya  dilengkapi
dengan Keputusan Presiden, yang terakhir diantaranya di atur oleh Keppres No.
42  Tahun  2000  tentang  Pedoman  Pelaksanaan  APBN  dan  Keppres  80  tahun
2003  tentang  Pengadaan  Barang/Jasa  Pemerintah.  Sebagaimana  kita  ketahui
bahwa  Keputusan  Presiden  di  dalam  tata  hukum  tidak  terlalu  mengikat
sebagaimana sebuah undang-undang.  
Dari kelemahan  tata hukum  itulah kemudian menjadi salah satu penyebab
banyaknya  praktik  penyimpangan  dan  KKN  di  dalam  pengelolaan  Keuangan   5
negara selama  ini.   Puncaknya dengan  terjadi krisis moneter pertengahan 1997
yang telah memporak-porandakan tatanan ekonomi yang telah dibangun dengan
susah payah oleh pemerintahan era orde baru ditandai dengan anjloknya rupiah
hingga menembus level Rp 17.000 per satu USD. Krisis berlanjut hingga menjadi
krisis multidimensional  yang  kemudian melahirkan era  reformasi. Era  reformasi
inilah  yang  memberikan  momentum  terciptanya  tata  aturan  baru  dalam
pengelolaan keuangan negara. 
Paket UU Keuangan Negara tersebut (yang terdiri dari dua UU yang sudah
diundangkan,  yaitu  UU  No.17  tahun  2003  tentang  Keuangan  Negara  dan  UU
No.1  tahun 2004  tentang Perbendaharaan negara, serta satu   RUU, yaitu RUU
Pemeriksaan  pengelolaan  Keuangan  Negara  yang  masih  dibahas  di  DPR)
merumuskan empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara, yaitu:
1.  Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja;
2.  Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah;
3.  Pemberdayaan manajer professional; dan
4.  Adanya  lembaga  pemeriksa  eksternal  yang  kuat,  professional  dan
mandiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemeriksaan.
Perubahan mendasar yang diatur oleh Undang-undang No.17  tahun 2003
yaitu:
a.  Tentang pengertian dan ruang lingkup dari keuangan negara;
b.  Azas-azas umum pengelolaan keuangan negara;
c.  Kedudukan  presiden  sebagai  pemegang  kekuasaan  pengelolaan
keuangan negara;
d.  Pendelegasian  kekuasaan  presiden  kepada  menteri  Keuangan  dan
Menteri/Pimpinan Lembaga;
e.  Susunan APBN dan APBD;
f.  Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD;
g.  Pengaturan  Hubungan  keuangan  antara  pemerintah  pusat  dengan
bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing;
h.  Pengaturan  hubungan  keuangan  antara  pemerintah  dengan
perusahaan daerah dan perusahaan swasta;   6
i.  Badan pengelola dana masyarakat; dan
j.  Penetapan  bentuk  dan  batas  waktu  penyampaian  laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
k.  Penggunaan Medium  Term  Expenditure  Framework  (MTEF)  sebagai
pengganti Propenas dan Repeta.
Sedangkan  perubahan  mendasar  dalam  pengelolaan  perbendaharaan
negara yang tercantum dalam UU No.1 tahun 2004 yaitu:
1.  Penerapan anggaran berbasis kinerja;
2.  Pemberlakuan  pengakuan  dan  pengukuran  pendapatan  dan  belanja
negara berbasis akrual;
3.  Munculnya jabatan fungsional Perbendaharaan Negara;
4.  Pemberian jasa giro  atau bunga atas dana pemerintah yang disimpan
pada bank sentral;
5.  Sertifikan Bank  Indonesia yang selama  ini menjadi  instrumen moneter
akan digantikan oleh Surat Utang Negara; dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar